Kamis, 08 November 2012

Prof. Drs. Jakob Sumardjo : Kembali Kepada Akar Kebudayaan Sendiri



M
o yan merupakan seorang sastrawan asal Cina yang meraih Nobel Sastra 2012. Mo Yan yang disebut sebagai penulis yang piawai mengabungkan fantasi dan realitas, sejarah dan perspektif sosial. Namun karyanya yang penuh dengan kompleksitas kisah ini menghadirkan kontravensi dan kritik dari kalangan aktivis hak asasi manusia karena Mo Yan dianggap terlalu dekat dengan Partai Komunis Cina. Bahkan, Yu Jie seorang pengarang terkemuka asal Cina yang melarikan diri ke Amerika Serikat memandang sinis terhadap penilaian  yang diberikan oleh Akademis Swedia. Hal ini menunjukan bagaimana tidak pedulinya dunia Barat akan penindasan hak asasi manusia di bawah penguasa Beijing.

Jakob Sumardjo seorang Sastrawan sekaligus Kritikus Sastra memandang Mo Yan pantas meraih nobel tersebut karena menghadirkan akar budaya Cina dalam karya sastra berbentuk realisme magis. Siang itu pada  Sabtu pekan lalu (3/11) pukul 11. 30 WIB, Jakob menyambut hangat saya dan rekan saya di kediamannya yang terletak di Padasuka, Cicaheum, Bandung, Jawa Barat. Wawancara yang berlangsung dalam suasana rileks ini berlangsung selama 40 menit lebih.

Bagaimana Anda melihat karya Mo yan?
Karya Mo Yan merupakan  Realisme magis. Realisme merupakan pandangan modernnya sedangkan magis adalah pandangan primordial, pandangan cina tua. Merupakan percampuran antara nilai-nilai mitos masa lalu yang kemudian masih berlaku untuk masa sekarang, masa modern. Jadi, Mo Yan melakukan perkawinan antara dunia religio-magis dengan rasional modern barat.


Menurut Anda mengapa Mo Yan dipilih sebagai penerima Nobel Sastra 2012 oleh penyeleksi penerima Nobel Sastra, Akademi Swedia?
Karena ia mampu menggali akar-akar lama kebudayaan itu  hanya ada  di Asia.  Mo Yan dipilih karna mengangkat akar-akar budayanya sendiri yang berbeda dengan budaya barat sehingga bagi orang barat itu memperkaya dunia mereka.

Bukankah “There is no single right answer”  untuk sebuah buku yang baik?
Memang. Seorang kritikus memiliki pendapat sendiri, maka dari itu Nobel memiliki pendapat sendiri. Yaitu menilai karya-karya sastra dari buku asing yang berbeda dan lain dengan yang sudah ada. Bagaimana melihat dunia ini berdasarkan realitas yang baru dan membawa pencerahan.

Mo Yan mendapati perlakuan berbeda dari pemerintah Cina dengan Sastrawan Cina penerima Nobel Sastra pada tahun 2000 yaitu Gao yang tidak disambut dengan baik. Berkaitankah dengan Mo Yan sebagai seorang komunis?
Hal serupa pernah terjadi pada peraih Nobel asal Rusia, dia menulis tentang revolusi tentang Rusia, ia menulis hal yang menjelek-jelek pemerintah Rusia, padahal itu benar. Ia tidak mengambil hadiahnya karena apabila keluar dari negara Rusia, maka ia tidak boleh kembali lagi.
Mo Yan diakui oleh pemerintah Cina, berarti ia tidak bertentangan pemerintah Cina yang komunis. 

Apa definisi sastra menurut Anda?
Sastra merupakan karya imajinatif. Khalayan dibutuhkan karena bisa dengan tepat menggambarkan pendapat dan pandangan hidup seorang sastrawan mengenai dunianya dan bentuknya bisa beraneka ragam. Namun, yang terpenting bukanlah khalayan, khayalan hanyalah cara bagaimana padangan mereka bisa diwujudkan. Bagaimana  karya sastra dapat mempengaruhi seseorang sehingga dapat merubah prilaku.

Hubungan sastra dengan filsafat?
Sastra yang benar adalah sastra yang mengandung filsafat. Kalau kita membaca sastra kita melihat pandangan hidup seorang sastrawan tersebut. Misalnya Pramoedya Ananta Toer, ia membuat pandangannya sendiri sehingga saat membuat cerita pandangan hidupnya kelihatan.



Apakah sebenarnya fungsi sastra bagi kehidupan manusia?
Semua adalah dalam pikiran apakah sastra, seni rupa, dan sebagainya. Sastra merupakan pendapat seseorang tentang kehidupan ini dan dapat diwujudkan dalam bentuk lukisan, tari, teater dan lain sebagainya. Jika pemikiran seseorang banyak berubah karena  membaca karya sastra.Jadi, yang mengubah dunia adalah perbuatan manusia bukan hanya pikiran.

Penyair Friedrich Schileer mengungkapkan bahwa “sastra semacam penyeimbang segenap kemampuan mental manusia berhubungan dengan adanya kelebihan energi yang harus disalurkan”. Bagaimana menurut Anda?
Itu hanya sebagai konsumsi saja. Sastra bukanlah suatu konsumsi, sastra bukanlah kita makan enak kita lalu senang.  Sastra merupakan pengetahuan mengenai pandangan seseorang. Sehingga kita bisa melihat dunia ini lebih baru,melihat dari pandangan sastrawan. Itulah yang dibicarakan oleh sastrawan, ilmuan, filsuf.

Ada sebuah buku yang berjudul “Ketika Jurnalisme dibungkam, Sastra berbicara” .
Waktu itu pada masa Orba Baru, Pak Harto sering melakukan tindakan-tindakan yang ekstrim. Sehingga banyak hal yang tidak boleh diberitakan. Tetapi sastrawan bisa menberitakan bukan sebagai berita tetapi sastra, sebagai karya imajinasi. Artinya kebenaran diungkapkan dalam bentuk fiksi.  
           
Mengapa saat ini belum pernah ada sastrawan Indonesia terpilih sebagai peraih Nobel?
Karena kebanyakan sastrawan Indonesia hanya meniru sastra barat terkenal, lalu menjiplak mana yang menurut kita paling maju di barat atau karya sastra luar yang mendapatkan pujian di barat. Sedangkan sastra lama Indonesia  kita tidak pernah dihargai. Kita akan dihargai jika kembali kepada akar budaya sendiri.
Hal ini menyebakan kita selalu menjadi ekor. Jika ingin menjadi kepala kita harus membaca kembali pantun-pantun sunda, babat tanah jawa, tambo minang kabau dan lain sebagainya. Itu  merupakan pemikiran alam murni dari suku-suku di Indonesia.

Tadi Anda menyebutkan sastrawan Indonesia  banyak yang hanya mengadopsi sastra barat. Lalu, seperti apakah seharusnya karya sastrawan Indonesia?
Sebenarnya Indonesia kaya dengan itu tapi orang Indonesia tidak pernah peduli pada
m itos-mitosnya sendiri, padahal kita memilki banyak mitos. Misalnya kisah “I La Galigo”, kisah bagaimana berdirinya kerajaan di Bugis. Lalu,  kisah munculnya  kerajaan-kerajaan Jawa dan lain sebagainya. Padahal sastrawan dapat mengangkat dari mitos. Sebab mitos adalah pemikiran filsafat, hal inilah yang kurang disadari orang Indonesia.

Belakangan ini banyak karya sastra yang mengambil latar Indonesia pada masa lampau.
Orang Indonesia harus mengangkat dari budaya sendiri. Tetapi jangan hanya mengangkat cerita seperti Joko Tingkir, itu tidak penting. Masa lalu tidak penting, yang penting adalah cara berpikir orang Jawa bagaimana. Yang salah dan benar itu sebenarnya apa. Baik dalam agama sampai pemerintahan. Hal itulah yang harus diungkapkan dalam sastra untuk hidup modern sekarang.

Sastrawan Indonesia menurut Anda yang mendekati kriteria sebagai peraih Nobel?
Tidak ada. Kecuali yang menurut saya mendekati  adalah penyair Sapardi Djoko Damono yang banyak mengali akar-akar Jawa, filosofinya banyak mengadung akar sastra lama lalu ia menulis dalam segi modern namun dalam pandangan jawanya. Ia telah menulis ratusan puisi, jika itu diterjemahkan dalam bahasa inggris mungkin saja ia dapat terpilih sebagai peraih Nobel Sastra.

Jadi, jika sastrawan Indonesia ingin menjadi peraih Nobel ia harus menggali akar kebudayaan sendiri?
Iya.Budaya Indonesia itu banyak, harusnya tiap sastrawan dari tiap-tiap suku tersebut dapat menggunakan filosofi pemikiran dari nenek moyangnya untuk kehidupan modernnya. Hal ini dapat membuat heran barat karena ada pandangan lain dengan mereka.

Benih-benih sastrawan hebat di Indonesia saat ini?
Yang timbul saat ini hanyalah perorangan saja. Sekolah-sekolah hanya menyuruh menghafal teori-teori sastra. Hal tersebut tidak membantu menumbuhkan iklim cinta sastra.  Padahal pelajaran sastra sebenarnya adalah membaca karya sastra, menyelami sastra itu, kemudian dibahas, tiap orang boleh memiliki pandangan masing-masing.

Berbeda dengan di luar negeri dimana seseorang bisa hidup terjamin dengan menulis, pendapatan sastrawan di Indonesia dari penjualan bukunya saat ini rata-rata hanyalah 10% dari hasil penjualan satu buku.  Mungkinkah hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebakan sastrawan tidak bisa mempertahankan idealisme-nya sehingga cenderung menghasilkan karya sastra untuk memuaskan pembaca hingga dapat laku dipasaran...
Jika ingin menjadi sastrawan yang banyak dibaca boleh saja, orang bisa kaya dengan cara seperti itu. Yaitu menulis cerita yang menyenangkan, memberikan hiburan, bersifat konsumen. di Barat pun hal demikian terjadi, misalnya karya Agatha Christie ditulis terus karen penggemarnya selalu ada, karena membaca hal tersebut menyenangkan. Namun setelah membaca semua selesai, pembaca tidak mendapat apa-apa.
           
Apakah Anda memiliki keinginan untuk meraih penghargaan Nobel di bidang sastra?
Semua pengarang ingin dihargai. Namun, menurut saya tujuan tersebut adalah momor dua. Yang pertama adalah mengadakan sesuatu yang bermanfaat tidak hanya untuk saya tapi juga untuk orang lain.  Kodrat manusia adalah apabila menemukan kebenaran dan sesuatu yang baru tidak tahan untuk tidak menceritakan kepada orang lain.  Hal terpenting adalah menemukan yang benar menurut saya. (Fauziyah Alhafizhah Kamil)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar