M
|
o
yan merupakan seorang sastrawan asal Cina yang meraih Nobel Sastra 2012. Mo Yan
yang disebut sebagai penulis yang piawai mengabungkan fantasi dan realitas,
sejarah dan perspektif sosial. Namun karyanya yang penuh dengan kompleksitas
kisah ini menghadirkan kontravensi dan kritik dari kalangan aktivis hak asasi
manusia karena Mo Yan dianggap terlalu dekat dengan Partai Komunis Cina.
Bahkan, Yu Jie seorang pengarang terkemuka asal Cina yang melarikan diri ke
Amerika Serikat memandang sinis terhadap penilaian yang diberikan oleh Akademis Swedia. Hal ini
menunjukan bagaimana tidak pedulinya dunia Barat akan penindasan hak asasi
manusia di bawah penguasa Beijing.
Jakob
Sumardjo seorang Sastrawan sekaligus Kritikus Sastra memandang Mo Yan pantas
meraih nobel tersebut karena menghadirkan akar budaya Cina dalam karya sastra
berbentuk realisme magis. Siang itu pada
Sabtu pekan lalu (3/11) pukul 11. 30 WIB, Jakob menyambut hangat saya
dan rekan saya di kediamannya yang terletak di Padasuka, Cicaheum, Bandung,
Jawa Barat. Wawancara yang berlangsung dalam suasana rileks ini berlangsung
selama 40 menit lebih.
Bagaimana Anda
melihat karya Mo yan?
Karya Mo Yan merupakan Realisme magis. Realisme merupakan pandangan
modernnya sedangkan magis adalah pandangan primordial, pandangan cina tua.
Merupakan percampuran antara nilai-nilai mitos masa lalu yang kemudian masih
berlaku untuk masa sekarang, masa modern. Jadi, Mo Yan melakukan perkawinan
antara dunia religio-magis dengan rasional modern barat.
Menurut Anda mengapa
Mo Yan dipilih sebagai penerima Nobel Sastra 2012 oleh penyeleksi penerima
Nobel Sastra, Akademi Swedia?
Karena ia mampu menggali
akar-akar lama kebudayaan itu hanya
ada di Asia. Mo Yan dipilih karna mengangkat akar-akar
budayanya sendiri yang berbeda dengan budaya barat sehingga bagi orang barat
itu memperkaya dunia mereka.
Bukankah “There is no
single right answer” untuk sebuah buku
yang baik?
Memang. Seorang kritikus
memiliki pendapat sendiri, maka dari itu Nobel memiliki pendapat sendiri. Yaitu
menilai karya-karya sastra dari buku asing yang berbeda dan lain dengan yang
sudah ada. Bagaimana melihat dunia ini berdasarkan realitas yang baru dan
membawa pencerahan.
Mo Yan mendapati
perlakuan berbeda dari pemerintah Cina dengan Sastrawan Cina penerima Nobel
Sastra pada tahun 2000 yaitu Gao yang tidak disambut dengan baik. Berkaitankah
dengan Mo Yan sebagai seorang komunis?
Hal serupa pernah terjadi
pada peraih Nobel asal Rusia, dia menulis tentang revolusi tentang Rusia, ia menulis
hal yang menjelek-jelek pemerintah Rusia, padahal itu benar. Ia tidak mengambil
hadiahnya karena apabila keluar dari negara Rusia, maka ia tidak boleh kembali
lagi.
Mo Yan diakui oleh
pemerintah Cina, berarti ia tidak bertentangan pemerintah Cina yang komunis.
Apa definisi sastra
menurut Anda?
Sastra merupakan karya
imajinatif. Khalayan dibutuhkan karena bisa dengan tepat menggambarkan pendapat
dan pandangan hidup seorang sastrawan mengenai dunianya dan bentuknya bisa
beraneka ragam. Namun, yang terpenting bukanlah khalayan, khayalan hanyalah
cara bagaimana padangan mereka bisa diwujudkan. Bagaimana karya sastra dapat mempengaruhi seseorang
sehingga dapat merubah prilaku.
Hubungan sastra
dengan filsafat?
Sastra yang benar adalah
sastra yang mengandung filsafat. Kalau kita membaca sastra kita melihat
pandangan hidup seorang sastrawan tersebut. Misalnya Pramoedya Ananta Toer, ia
membuat pandangannya sendiri sehingga saat membuat cerita pandangan hidupnya
kelihatan.
Apakah sebenarnya
fungsi sastra bagi kehidupan manusia?
Semua adalah dalam pikiran
apakah sastra, seni rupa, dan sebagainya. Sastra merupakan pendapat seseorang
tentang kehidupan ini dan dapat diwujudkan dalam bentuk lukisan, tari, teater
dan lain sebagainya. Jika pemikiran seseorang banyak berubah karena membaca karya sastra.Jadi, yang mengubah
dunia adalah perbuatan manusia bukan hanya pikiran.
Penyair Friedrich
Schileer mengungkapkan bahwa “sastra semacam penyeimbang segenap kemampuan
mental manusia berhubungan dengan adanya kelebihan energi yang harus
disalurkan”. Bagaimana menurut Anda?
Itu hanya sebagai konsumsi
saja. Sastra bukanlah suatu konsumsi, sastra bukanlah kita makan enak kita lalu
senang. Sastra merupakan pengetahuan
mengenai pandangan seseorang. Sehingga kita bisa melihat dunia ini lebih
baru,melihat dari pandangan sastrawan. Itulah yang dibicarakan oleh sastrawan,
ilmuan, filsuf.
Ada sebuah buku yang
berjudul “Ketika Jurnalisme dibungkam, Sastra berbicara” .
Waktu itu pada masa Orba
Baru, Pak Harto sering melakukan tindakan-tindakan yang ekstrim. Sehingga
banyak hal yang tidak boleh diberitakan. Tetapi sastrawan bisa menberitakan
bukan sebagai berita tetapi sastra, sebagai karya imajinasi. Artinya kebenaran
diungkapkan dalam bentuk fiksi.
Mengapa saat ini
belum pernah ada sastrawan Indonesia terpilih sebagai peraih Nobel?
Karena kebanyakan sastrawan
Indonesia hanya meniru sastra barat terkenal, lalu menjiplak mana yang menurut
kita paling maju di barat atau karya sastra luar yang mendapatkan pujian di
barat. Sedangkan sastra lama Indonesia
kita tidak pernah dihargai. Kita akan dihargai jika kembali kepada akar
budaya sendiri.
Hal ini menyebakan kita
selalu menjadi ekor. Jika ingin menjadi kepala kita harus membaca kembali
pantun-pantun sunda, babat tanah jawa, tambo minang kabau dan lain sebagainya.
Itu merupakan pemikiran alam murni dari
suku-suku di Indonesia.
Tadi Anda menyebutkan
sastrawan Indonesia banyak yang hanya
mengadopsi sastra barat. Lalu, seperti apakah seharusnya karya sastrawan
Indonesia?
Sebenarnya Indonesia kaya
dengan itu tapi orang Indonesia tidak pernah peduli pada
m itos-mitosnya sendiri,
padahal kita memilki banyak mitos. Misalnya kisah “I La Galigo”, kisah bagaimana
berdirinya kerajaan di Bugis. Lalu,
kisah munculnya kerajaan-kerajaan
Jawa dan lain sebagainya. Padahal sastrawan dapat mengangkat dari mitos. Sebab
mitos adalah pemikiran filsafat, hal inilah yang kurang disadari orang
Indonesia.
Belakangan ini banyak
karya sastra yang mengambil latar Indonesia pada masa lampau.
Orang Indonesia harus
mengangkat dari budaya sendiri. Tetapi jangan hanya mengangkat cerita seperti
Joko Tingkir, itu tidak penting. Masa lalu tidak penting, yang penting adalah
cara berpikir orang Jawa bagaimana. Yang salah dan benar itu sebenarnya apa.
Baik dalam agama sampai pemerintahan. Hal itulah yang harus diungkapkan dalam
sastra untuk hidup modern sekarang.
Sastrawan Indonesia
menurut Anda yang mendekati kriteria sebagai peraih Nobel?
Tidak ada. Kecuali yang
menurut saya mendekati adalah penyair
Sapardi Djoko Damono yang banyak mengali akar-akar Jawa, filosofinya banyak
mengadung akar sastra lama lalu ia menulis dalam segi modern namun dalam
pandangan jawanya. Ia telah menulis ratusan puisi, jika itu diterjemahkan dalam
bahasa inggris mungkin saja ia dapat terpilih sebagai peraih Nobel Sastra.
Jadi, jika sastrawan
Indonesia ingin menjadi peraih Nobel ia harus menggali akar kebudayaan sendiri?
Iya.Budaya Indonesia itu
banyak, harusnya tiap sastrawan dari tiap-tiap suku tersebut dapat menggunakan
filosofi pemikiran dari nenek moyangnya untuk kehidupan modernnya. Hal ini
dapat membuat heran barat karena ada pandangan lain dengan mereka.
Benih-benih sastrawan
hebat di Indonesia saat ini?
Yang timbul saat ini
hanyalah perorangan saja. Sekolah-sekolah hanya menyuruh menghafal teori-teori
sastra. Hal tersebut tidak membantu menumbuhkan iklim cinta sastra. Padahal pelajaran sastra sebenarnya adalah membaca
karya sastra, menyelami sastra itu, kemudian dibahas, tiap orang boleh memiliki
pandangan masing-masing.
Berbeda dengan di
luar negeri dimana seseorang bisa hidup terjamin dengan menulis, pendapatan
sastrawan di Indonesia dari penjualan bukunya saat ini rata-rata hanyalah 10%
dari hasil penjualan satu buku.
Mungkinkah hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebakan sastrawan
tidak bisa mempertahankan idealisme-nya sehingga cenderung menghasilkan karya
sastra untuk memuaskan pembaca hingga dapat laku dipasaran...
Jika ingin menjadi sastrawan
yang banyak dibaca boleh saja, orang bisa kaya dengan cara seperti itu. Yaitu
menulis cerita yang menyenangkan, memberikan hiburan, bersifat konsumen. di
Barat pun hal demikian terjadi, misalnya karya Agatha Christie ditulis terus
karen penggemarnya selalu ada, karena membaca hal tersebut menyenangkan. Namun
setelah membaca semua selesai, pembaca tidak mendapat apa-apa.
Apakah Anda memiliki
keinginan untuk meraih penghargaan Nobel di bidang sastra?
Semua pengarang ingin
dihargai. Namun, menurut saya tujuan tersebut adalah momor dua. Yang pertama
adalah mengadakan sesuatu yang bermanfaat tidak hanya untuk saya tapi juga
untuk orang lain. Kodrat manusia adalah
apabila menemukan kebenaran dan sesuatu yang baru tidak tahan untuk tidak
menceritakan kepada orang lain. Hal
terpenting adalah menemukan yang benar menurut saya. (Fauziyah Alhafizhah Kamil)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar