Kamis, 08 November 2012

Nurhalim: Sepuluh Tahun Mengajar Baca Al-Quran dengan Huruf Braille



Bandung, Minggu (7/10) - Hujan rintik-rintik menemani perjalanan saya menyusuri asrama tunanetra yang dikelola oleh YayasanPenyantun Wyata Guna di  Jl Padajajaran No 52 Bandung. Suara anak-anak mulai kedengaran ketika memasuki area asrama, dan benar saja ada sekitar enam anak yang sedang bermain kejar-kejaran. Salah seorang dari mereka yang kemudian mengantarkan saya ke tempat pembelajaran Al-Quran dengan huruf braille. Ruangan tersebut memiliki panjang sekitar lima meter dan luas tiga meter dengan dinding berwarna hijau. Terdapat tiga jendela yang terbuat dari kayu berwarna coklat berbentuk persegi panjang dan fentilasi berbentuk setengah lingkaran. Gorden berwarna pink tua menutupi setengah jendela mengakibatkan berkurangnya cahaya yang masuk ke ruangan. Tidak ada lampu yang dinyalakan mungkin karena orang-orang yang berada diruangan tidak ada yang membutuhkan lampu. Ya, mereka adalah penderita tunanetra (orang yang tidak dapat melihat).
Saya disambut dengan jawaban salam dari seorang lelaki berpakaian kemeja biru muda dan berulit sawo matang. Ia memperkenalkan dirinya dengan nama Nurhalim. Nurhalim tidak sendirian di ruangan itu, ia ditemani oleh dua orang temannya. Mereka sedang beristirahat sembari berbincang-bincang ketika saya datang. Saat saya menanyakan umur nya, Nurhalim tidak tahu pasti berapa, “Saya lahir tahun 1981, saya juga tidak tahu pasti, Neng,” jawabnya.  Ia bercerita bahwa ia telah tinggal di asrama Wiyata Guna sejak September tahun 1998. Lelaki yang mungkin berumur 31 tahun ini berasal dari Cianjur, tidak jauh memang dari kota Bandung, tetapi Nurhalim mengaku sangat jarang pulang ke rumah nya di Cianjur, alasannya “ Enak disini Neng, banyak teman”. Selain itu ia juga sudah terbiasa dengan aktivitas-aktivitas nya sehari-hari di asrama. Bila ada waktu senggang ia gunakan untuk menulis metode pembelajaran, ia mengaku bahwa ia senang mengajar. Kadang ia mendapat permintaan untuk mengajarkan membaca dan menulis huruf braille secara privat. Selain itu, Nurhalim juga bekerja sebagai terapi pijat
Nurhalim menjelaskan bahwa di Widya Guna terdapat dua jenis pendidikan bagi para tunanetra, yaitu pendidikan formal dan pendidikan non-formal. Pendidikan formal didapat melalui sekolah dari tingkat SD, SMP, dan SMA, sementara pendidikan non-formal didapatkan dari latihan kerja/ kejuruan, belajar musik, bahasa arab, Al-Quran, dan lainnya.
Jam sudah menunjukkan pukul 15.30 WIB saat itu, para santri mulai berdatangan. Nurhalim bersiap-siap memulai pengajian. Mereka duduk melingkar, saling bersenda-gurau dengan menggunakan bahasa sunda sebelum memulai pengajian. Nurhalim membagi-bagikan Al-Quran juz 26. “Karena huruf Braille ditulis diatas kertas yang lebih tebal, Al-Quran dibagi-bagi per-juz, tidak seperti Al-Quran biasa,” Ujar Nurhalim. Al-Quran yang ditulis dengan huruf Braille polos tanpa tulisa bila dilihat dari jauh, tetapi bila dilihat dari dekat, akan terlihat titik-titik yang menonjol dari kertas seperti kertas yang ditusuk dengan jarum. Rintik hujan perlahan menghilang, Nurhalim memulai pengajian, dan saya kembali ke Jatinangor. (Fairuz Rana Ulfah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar